10.10.13

Warning Sign


Sometimes when we walk the street, or mall, or places, we can give a casual glance to people, things.. without even noticing that we might know some of them. Kita mungkin juga pernah tiba-tiba memperhatikan sesuatu dengan seksama, tanpa kita tahu mengapa kita memperhatikan sesuatu itu secara seksama. 

But trust me, it will likely mean something. Here are some examples:
  1. Bulan lalu saya dalam perjalanan menuju Kuningan untuk menemui seorang alumni. Tepat di depan Balai Kartini, entah kenapa saya nyeletuk ke teman seperboncengan, "Oh, ini ya Balai Kartini, baru tahu", sambil terus memandangi convention center di bilangan Gatot Subroto itu. Tepat satu minggu setelahnya, BEM STAN menerima undangan dari Kementerian Kesehatan untuk menghadiri Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional. Dan saya adalah delegasi yang dikirim. Tempat sosialisasinya? Balai Kartini. 
  2. Teman sekelas saya punya smartphone baru. Karena tidak etis menyebut merk, jadi sebut saja Lumia. Lumia mulus dan terurus. Namun sayang, di suatu sore latihan protokoler wisuda, musibah menimpa Lumia. Lumia terjatuh menghempas tanah dari atas jok motor yang terparkir. Tertiup angin. LCD Lumia yang mulanya mulus menjadi tergerus. Retak. Berikut penggalan obrolan saya dengan teman pasca kejadian tersebut:
    "Yah, sayang banget ini hape baru sudah retak. Turut berduka ya."
    "Iya, kamu tahu ga di mana klaim garansi?"
    "Di Google!" *sambil buka Google* "Di Poins Square ini ada Nokia Center."
    "Poins itu dekat Lebak Bulus ya? Ah pantas saja kemarin ga tahu kenapa pas aku lewat Poins, aku lihatin terus itu Poins. Ternyata karena aku harus ke sana urus service ini."
    "Hmm..."
  3. Contoh ketiga adalah contoh paling baru. Dan paling pilu. Selasa kemarin saya berbelanja di swalayan, karena pengharum ruangan di kamar sudah waktunya untuk diisi kembali. Swalayan mempunyai kebijakan yang dapat dibilang aneh: Menempatkan produk pengharum ruangan satu etalase dengan produk pengamanan macam gembok, kunci sepeda, kunci cakram, kunci rantai, et cetera et cetera. Dan entah mengapa saya bergumam dalam hati, "Motor sudah punya kunci cakram. Kalau ditambahi kunci rantai lebih aman mungkin ya."
Benar saja, keesokan pagi sedih sekali rasanya mendapati motor kesayangan yang terparkir di teras kostan raib dicuri maling. Well, jadi ini kenapa kemarin hati tetiba bergumam tuk membeli kunci rantai. I should have known it.
Hmm sekedar share, ini doa yang bisa diucapkan ketika kita kehilangan sesuatu:
"Bismillah Yaa Hadii adh Dhalal wa Roodda adh Dhaalah Urdud ‘alayya Dhalatiy bi ‘Izzatika wa Sulthanika Fa Innaha min Athaaika wa Fadhlika."
"Dengan nama Allah, Wahai Yang Menunjuki yang tersesat dan Yang Mengembalikan yang hilang (maka) kembalikanlah kepadaku (sesuatu) yang hilang (dari) ku dengan keagungan-Mu dan kekuasaan-Mu. Sesungguhnya ia (sesuatu) itu adalah pemberian-Mu dan karunia-Mu"

So tumblr
Saya teringat pada satu kutipan lirik Warning Sign - Coldplay. Jadi katakanlah hidup ini adalah sebuah pelayaran, dan pertanda adalah sebuah pulau. Ketika manusia fokus tuk berlayar mengarungi hidup, banyak pulau terlewat begitu saja. Manusia tak pernah tahu bahwa ternyata pulau tersebut mungkin sebuah warning sign untuk mereka. (Meskipun lagu tersebut maksudnya tidak seperti itu. Pardon.)

Sering kita saksikan di media massa, ketika mewawancara korban bencana, atau peserta undian pemenang hadiah utama, pelaku jurnalistik secara kompak tanpa komando mengajukan satu script pertanyaan wajib:
"Apa ada suatu pertanda sebelumnya mengenai hal ini?"
Ya, ini perihal pertanda. Ketiga bukti empiris di atas menunjukkan bahwa memperhatikan-sesuatu-dengan-seksama-tanpa-kita-tahu-mengapa bisa jadi suatu pertanda, bahwa sebuah skenario kejadian akan menimpa kita berhubungan dengan sesuatu tersebut. Sooner or later. Dan ketika skenario kejadian itu terjadi, kita hanya bisa bilang: "I should have known it."

Intinya, apapun yang semesta sedang konspirasikan, kita sebagai satu lakon dalam panggung duniawi harus siapkan manajemen pikiran dan manajemen hati. Karena akal pikiran manusia tak mampu menjangkau garis takdir ketetapan, namun akal pikiran manusia mampu berpikir tuk mengatasi apa yang telah ditetapkan. Belajar dari buku mega best seller La Tahzan karangan Dr. 'Aidh al-Qarni, senantiasa berbaik sangka terhadap Sang Pencipta adalah satu cara ampuh untuk mengatasi apapun yang digariskan dalam kehidupan kita. Enough.

Jadi, teruntuk Anda yang telah nyasar pada postingan ini, apakah ini satu pertanda bahwa akan terjadi sesuatu pada Anda? Bisa jadi.